Posted by: bachtiar hakim | March 16, 2008

PANDUAN LENGKAP MENULIS ARTIKEL, FEATURE, DAN ESAI UNTUK PEMULA (PART 2)


V DAYATARIK DAN ASAS MANFAAT
SEBUAH TULISAN

1 Daya Tarik Sebuah Tulisan

Mengapa tulisan harus memiliki daya tarik?
Tulisan harus memiliki daya tarik agar dibaca orang. Kalau tulisan dalam sebuah media cetak tidak dibaca orang, oplah media cetak tersebut akan kecil dan iklannya juga tidak ada. Akibatnya, kehidupan media tersebut menjadi tidak sehat.

Apakah yang disebut daya tarik sebuah tulisan?
Daya tarik sebuah tulisan berasal dari daya tarik meteri (bahan) tulisan tersebut. Bahan tulisan akan menarik apabila menyangkut hal-hal yang: baru, aneh, luarbiasa, kontroversial, populer, menyangkut hajat hidup orang banyak, kedekatan dll.

Mengapa hal-hal baru, aneh, luarbiasa, kontroversial, populer, menyangkut hajat hidup orang banyak, kedekatan dll, selalu menarik bagi pembaca?
Baru: Baju baru, rumah baru, teman baru, dll. yang baru selalu lebih menarik dibanding baju lama, rumah lama, teman lama dll. Binatang aneh, tanaman aneh, orang aneh, rumah aneh dll, selalu lebih menarik dari binatang biasa, tanaman biasa, orang biasa, rumah biasa dll. Suhu udara di Indonesia normalnya antara 18 sd. 30 ° C. Kalau tiba-tiba suhu udara naik sampai 32 ° C sudah luar biasa. Kalau naiknya sampai 35 ° C maka itu berarti sangat luarbiasa. Tokoh yang selalu baik atau selalu jahat, meskipun menarik masih tetap kalah menarik dibanding dengan tokoh yang kadang-kadang sangat baik namun kadang-kadang juga sangat jahat (kontroversial). Sesuatu (tokoh, tempat, bangunan dll), yang populer (populis) selalu lebih menarik dibanding yang tidak populer. Komoditas beras lebih menarik dibanding sorghum karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Namun sorghum bisa menarik kalau diambil angle anehnya. Kecelakaan kereta api yang menewaskan 500 penumpangnya di India kurang menarik bagi pembaca media kita dibanding dengan kecelakaan kereta api yang menewaskan 100 orang di Jawa (karena adanya unsur kedekatan).

Mengapa masalah seks selalu menarik bagi pembaca?
Seks menarik bagi pembaca karena dua faktor. Pertama seks sendiri merupakan kebutuhan biologis semua makhluk hidup termasuk manusia (menyangkut hajat hidup orang banyak). Namun di lain pihak, kultur manusia (terutama agama, etika dan moral), telah membatasi (menutup) masalah seks hingga dianggap tabu (tidak layak) untuk dikemukakan di depan umum. Karenanya pornografi lalu dianggap sebagai sesuatu yang kontroversial.

Mengapa peristiwa kriminal dan gosip artis juga menarik bagi pembaca media?
Karena kriminalitas mengandung unsur luarbiasa dan kontroversial. Luarbiasa karena perampokan, perkosaan, pembunuhan dll. tindak kriminalitas telah merusak aspek kemanusiaan dan peradaban. Masalah kriminalitas juga kontroversial karena kadang-kadang penanganan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum (polisi, jaksa dan hakim), tidak memenuhi rasa keadilan masyarakat banyak. Gosip artis menarik perhatian pembaca karena unsur popularitas dari artis tersebut dan juga karena unsur kontroversialnya.

2 Menerapkan unsur daya tarik dalam penulisan artikel, feature dan esai

Apakah penulisan artikel, feature dan esai juga harus menerapkan pemanfaatan unsur daya tarik sebuah tulisan?
Benar. Sebab artikel, feature dan esai yang tidak memanfaatkan unsur daya tarik sebuah tulisan, kalau dikirimkan ke media massa, akan ditolak oleh redakturnya. Kalau tulisan tersebut dipaksakan untuk dimuat (karena unsur pertemanan), sebagian besar pelanggan atau pembeli media cetak tersebut tidak akan membacanya.

Apakah berarti artikel, feature dan esai yang baik hanya yang mengulas tokoh-tokoh baru, aneh, luarbiasa, terkenal dan kontroversial?
Tidak juga. Artikel yang mengulas komoditas (misalnya beras atau minyak tanah), fasilitas umum (misalnya bus kota, puskesmas), yang sangat tidak populer, tetap bisa menarik asalkan artikel tersebut membela kepentingan publik. Feature yang mengangkat kuli bangunan, buruh tambang dll. tetap bisa menarik hanya karena kuatnya segi human interest (menyentuh perasaan) banyak pihak. Esai tentang bencana alam juga bisa menggugah pembaca untuk melakukan refelsi dan perenungan.

Apakah metode (gaya) penulisan bisa dijadikan daya tarik utama sebuah artikel, feature dan esai?
Bisa asalkan materi pokoknya juga tetap memiliki unsur daya tarik. Metode (gaya) penulisan yang menarik misalnya: agitatif (bergaya propaganda), lucu, menyentuh perasaan, memberi inspirasi dll.

Apakah unsur seks bisa dijadikan daya tarik dalam artikel, feature dan esai?
Bisa kalau konteksnya memang ke arah sana. Misalnya saja artikel tersebut membahas UU Perkawinan, penanganan masalah pelacuran, penyakit kelamin dll. Yang tidak dibenarkan adalah, kalau masalah seks tersebut dijadikan unsur daya tarik artikel/feature/esai hanya sebagai bumbu untuk lucu-lucuan.

Mengapa bumbu lucu-lucuan dll. tidak tepat dijadikan unsur daya tarik dalam sebuah artikel, feature dan esai?
Karena daya tarik utama sebuah tulisan terletak pada materinya. Penyampaian dengan metode atau gaya yang menarik, hanya akan memberi nilai plus pada tulisan tersebut. Namun tanpa materi yang menarik, metode atau gaya menulis yang menarik tadi justru menyebalkan bagi pembaca karena akan tampak nyinyir, genit dll. padahal materinya sendiri kurang menarik.

3 Asas Manfaat Sebuah Tulisan

Mengapa sebuah tulisan harus punya asas manfaat bagi pembacanya?
Sebab tanpa asas manfaat, sebuah tulisan yang sangat menarik pun tetap tidak akan dibaca oleh konsumen. Hingga unsur daya tarik dalam tulisan tersebut, harus tetap relevan dengan target pembaca penerbitan bersangkutan. Sesuatu yang aneh dan luarbiasa bagi kalangan bawah, akan menjadi biasa dan tidak aneh bagi kalangan menengah dan atas. Misalnya makan malam di hotel bintang yang nilainya ratusan ribu rupiah per porsi yang bagi kalangan menengah dan atas biasa dan tidak aneh, menjadi luarbiasa dan anah bagi masyarakat lapis bawah.

Apakah sajakah yang bisa dikatagorikan sebagai asas manfaat tulisan bagi pembaca media massa?
Sebuah tulisan dianggap memiliki asas manfaat kalau bisa menghibur, memberikan tambahan pengetahuan, mendidik, memberikan keterampilan, mendatangkan pencerahan, memberi arahan, memecahkan masalah, mendatangkan prestise dll.

Apakah berita kriminal, seks dan gosip artis juga memiliki asas manfaat bagi pembaca?
Benar. Media yang dicap murahan karena mengeksploitir berita kriminal, seks dan gosip artis juga tetap punya asas manfaat bagi pembacanya. Asas manfaat tersebut berupa hiburan, pengetahuan dan prestise. Selain telah terhibur, mereka yang memiliki pengetahuan tentang cerita kriminal, seks dan gosip artis, akan merasa dirinya lebih prestisius dalam komunitas mereka dibanding yang tidak memiliki pengetahuan tersebut.

Apakah berita kriminal, seks dan gosip artis murahan itu tidak akan merusak moral masyarakat kita?
Tidak. Sebab rusaknya moral masyarakat ditentukan oleh banyak faktor. Terutama oleh lemahnya kontrol sosial dan penerapan hukum. Media massa meskipun berpengaruh sangat besar ke masyarakat, tidak akan mampu merusak moral hanya karena memuat tulisan tentang kriminalitas, seks dan gosip artis. Contohnya, tabloid Inggris (dan juga Eropa pada umumnya) yang disebut Yellow Paper, juga menyajikan hal serupa. Namun masyarakat Inggris dan Eropa tidak kunjung rusak moralnya karena kontrol sosial dan penerapan hukum di sana sudah sangat baik.

Apakah yang dimaksud asas manfaat “memberikan keterampilan”?
Yang dimaksud sebuah tulisan memiliki asas manfaat bagi pembacanya, dengan memberikan keterampilan antara lain: resep masakan (terampil memasak), daftar harga (terampil membeli/memilih barang), kisah perjalanan (terampil mengemudi/mengatur kunjungan), pendidikan politik (terampil berdemokrasi); merawat rumah, tanaman dan hewan (terampil mengurus rumah), dll.

4 Menerapkan unsur Daya Tarik dalam Menentukan Pilihan Tema Tulisan

Mengapa tema tulisan (gagasan awal) harus sudah memiliki daya tarik?
Karena kalau tema tulisan yang merupakan gagasan awal ini tidak memiliki daya tarik (jawa = greget); maka penulisnya tidak akan pernah tertarik untuk mengumpulkan bahan, membuat kerangka tulisan dan menuliskannya. Akibatnya, tulisan tersebut tidak akan pernah ada.

Apakah daya tarik tema tulisan yang tinggi bagi penulis tersebut selalu paralel dengan daya tarik yang diinginkan pembaca?
Belum tentu. Hingga penulis harus selalu berdiskusi dengan banyak pihak. Seorang penulis ilmiah ternama mengaku selalu berdiskusi dengan para mahasiswanya. Seorang penulis media massa kenamaan juga mengatakan selalu memberikan contoh tulisan pada istri, anak bahkan pembantu rumah tangga serta sopirnya. Mereka ini diharapkan bisa mewakili kepentingan pembaca media pada umumnya.

Apakah kendala utama yang dialami penulis dalam menerapkan unsur daya tarik dalam tema tulisannya?
Kendala utamanya adalah, penulis over estimate atau under estimate. Maksudnya penulis mengangap pembacanya terlalu pintar dan cerdas (secerdas dirinya dan teman-temannya), atau menganggap pembacanya terlalu bodoh, hingga tema tulisannya menjadi terkesan menggurui dan menjelaskan sesuatu secara berlebihan, yang sebenarnya sudah diketahui oleh masyarakat.

Bagaimanakah mengatasi kendala over estimate dan under estimate tersebut?
Penulis harus membuat garis paralel antara materi tema tulisan dengan target pembaca yang diwakili oleh media cetak yang akan dikirimi tulisan. Misalnya, kalau akan menulis artikel bagi koran Kompas harus memilih materi tema tulisan yang taraf kecerdasannya sama (paralel) dengan para pembaca Kompas pada umumnya. Kalau akan menulis feature di majalah lingkungan yang diterbitkan oleh perguruan tinggi, penulis harus menarik garis paralel antara tema tulisan dengan tingkat pengetahuan serta minat pembaca penerbitan kampus tersebut.

Apakah seorang penulis profesional kenamaan selalu otomastis bisa mengatasi kendala-kendala demikian?
Tidak benar. Sebab seorang penulis profesional kenamaan pun kalau melalaikan salah satu kaidah (rumus) baku dalam mengkaitkan unsur daya tarik dengan tema tulisannya, akan mengalami kesulitan atau kegagalan. Artinya, tulisannya akan ditolak oleh redaktur media. Kalau redakturnya menerima karena silau dengan nama besar penulis tersebut, maka pembaca media bersangkutanlah yang akan menolaknya.

5 Rumus Daya Tarik Berdasarkan Skala Prioritas

Apakah artikel, feature atau esai akan diterima (dimuat) oleh media massa, hanya kalau memuat hal-hal yang baru, aneh, luarbiasa, kontroversial, populer, memenuhi hajat hidup orang banyak, memenuhi unsur kedekatan dll?
Tidak selalu begitu. Sebab cukup salah satu daya tarik tersebut yang menjadi andalan utama sebuah artikel feature atau esai. Misalnya, artikel/feature/esai tentang iptek lebih mengutamakan unsur kebaruan. Artikel mengenai politik cenderung mementingkan hal-hal yang kontroversial. Artikel/feature/esai tentang industri, masalah sosial dan ekonomi lebih mengutamakan hajat hidup orang banyak. Artikel/feature/esai tentang alam dan lingkungan menuntut hal-hal yang aneh dan luarbiasa. Artikel/feature/esai tentang fasion, show dan kesenian lebih menuntut unsur populer.

Bagaimanakah seorang penulis artikel/feature/esai bisa menentukan unsur daya tarik ini dalam pilihan tema tulisannya?
Penulis artikel/feature/esai dibagi menjadi dua. Pertama penulis profesional (biasanya bekerja di media massa) yang memiliki keterampilan menulis tinggi hingga mampu menulis tema apa saja dengan sama baiknya. Penulis demikian akan dengan mudah memilih beragam tema yang menarik untuk ditulis menjadi artikel, feature atau esai. Kedua, profesional dalam salah satu bidang atau sektor kehidupan dan kebetulan bisa menulis. Penulis artikel/feature/esai katagori kedua ini hanya bisa menulis materi sesuai dengan bidang atau sektor yang digelutinya. Misalnya masalah ekonomi, politik, anthropologi, pertanian, sosial budaya, kesenian dll. Bahkan kadang-kadang spesifikasi itu demikian sempitnya hingga seseorang hanya menekuni masalah moneter (ekomomi), pemilihan umum (politik), anggrek (pertanian), musik klasik (kesenian) dll.

Bagaimanakah seorang pemula bisa menentukan sebuah tema menarik atau kurang menarik?
Paling mudah adalah memilih tema sesuai dengan bidang, sektor, komoditas atau permasalahan yang sangat dikenalnya. Misalnya seseorang yang latar belakang pendidikannya hukum, akan paling mudah kalau menentukan masalah hukum mana yang paling menarik untuk diulas dewasa ini. Orang yang sehari-harinya bekerja di bank, akan lebih mudah memilih tema menarik mengenai masalah perbankan. Orang yang berasal dari etnis Batak akan lebih mudah memilih tema-tema menarik tentang adat istiadat Batak. Akan sulit kalau mereka yang berpendidikan hukum memilih tema penulisan tentang perbankan, yang bekerja di bank harus memilih tema lingkungan hidup serta orang Batak dipaksa untuk mengambil adat istiadat Sunda sebagai tema tulisannya.

Bagaimanakah kalau seorang pemula ingin menjadi penulis profesional yang serba bisa dan mampu mengangkat tema-tema menarik?
Bekal utama penulis profesional yang mampu mengangkat tema-tema menarik adalah, tingkat kecerdasannya harus di atas rata-rata, minat dan perhatiannya juga harus luas, memiliki ketekunan untuk belajar serta memiliki akses informasi yang lengkap. Modal tersebut harus dikumpulkan dan dilatih sejak awal secara terus menerus. Hingga yang harus dilakukan oleh seorang pemula adalah, mulailah banyak membaca dan diskusi lalu menuliskan dan mengirimkannya ke media massa. Atau, paling mudah adalah dengan melamar pekerjaan di media massa besar yang fasilitasnya lengkap.

Bagaimanakah seorang pemula harus memilih tema menarik agar tulisannya (artikel/feature/esai) bisa segera dimuat oleh media massa?
Pertama-tama harus ditentukan terget medianya. Apakah akan menulis di Kompas (koran pagi Jakarta), Suara Pembaruan (koran sore Jakarta) Jawa Pos (koran pagi Surabaya), Femina (majalah wanita mingguan Jakarta), atau media lainnya. Tema-tema artikel, feature dan esai yang menarik itu bisa dilihat (disontek) dari tema artikel, feature dan esai yang selama ini dimuat di media tersebut.

6 Menentukan Unsur Asas Manfaat dalam Tema Tulisan

Apakah unsur asas manfaat mutlak harus ditentukan ketika seseorang merancang tema tulisan?
Benar. Sebab dari sini akan ditentukan, apakah tulisannya akan diarahkan sekadar untuk hiburan, untuk menambah pengetahuan, untuk pendidikan, untuk memberikan keterampilan, untuk mendatangkan prestise (gengsi), untuk agitasi dll. Unsur asas manfaat ini akan sangat menentukan alternatif pilihan unsur daya tarik yang akan dijadikan tema tulisan.

Apakah kalau unsur asas manfaatnya hanya sekadar untuk hiburan, penulis feature boleh mengeksploitir seksualitas, sensualitas dan voyeurisme?
Feature hiburan bisa sangat memanfaatkan unsur daya tarik berupa seksualitas, sensualitas dan voyeurisme. Yang tidak dianjurkan adalah mengeksploitir unsur-unsur tersebut dalam artikel, feature dan esai.

Apakah tulisan yang mengutamakan asas manfaat pendidikan harus berisi petuah-petuah moral, etika dan ajaran spiritual?
Belum tentu. Sebab tulisan untuk tujuan pendidikan politik misalnya, bisa hanya berisi studi komparatif proses pemilihan presiden di beberapa negara. Kadang-kadang tulisan yang diharapkan memiliki asas manfaat pendidikan, justru berupa materi yang bersifat negatif. Hal ini bertujuan untuk memberi pengetahuan bagi pembaca tentang hal-hal negatif dari satu permasalahan. Misalnya, artikel untuk majalah intern pendidikan kepolisian, justru berisi pengetahuan tentang bahan-bahan narkotik, teknik-teknik kejahatan dll.

Adakah contoh artikel, feature dan esai yang asas manfaatnya untuk memecahkan masalah dan menambah ketarampilan?
Artikel, feature dan esai tentang iptek, otomotif, olahraga, kedokteran, pertanian, komunikasi dll, bisa dikatagorikan sebagai memiliki asas manfaat untuk menambah keterampilan dan memecahkan masalah yang dihadapi oleh pembaca.

Adakah contoh artikel/feature/esai yang asas manfaatnya untuk agitasi, indoktrinasi, propaganda bahkan untuk cuci otak?
Artikel/feature/esai di majalah partai politik, agama (terutama kelompok radikal dan ekstrem), gerakan pembebasan/pembaruan bahkan artikel di buletin perusahaan atau lembaga pemasaran MLM pun sifatnya agitatif dan indoktrinatif.

* * *

VI MELIPUT DAN MENGUMPULKAN
BAHAN TULISAN

1 Fakta, Peristiwa dan Khayalan

Apa sajakah yang bisa disebut sebagai bahan tulisan?
Yang bisa dikatagorikan sebagai bahan tulisan adalah fakta, peristiwa, gagasan, lamunan, keinginan, angan-angan (khayalan) dll.

Apakah yang disebut sebagai fakta?
Menurut KBBI, fakta adalah n hal (keadaan, peristiwa) yang merupakan kenyataan, sesuatu yang benar-benar ada atau terjadi.

Apakah yang disebut sebagai peristiwa?
Menurut KBBI, peristiwa adalah n 1 kejadian (hal, perkara, dsb); kejadian yang luarbiasa (menarik perhatian dsb); yang benar-benar terjadi: memperingati — penting di sejarah; 2 pd suatu kejadian (kerap kali dipakai untuk memulai cerita): sekali –;

Mengapa gagasan, lamunan, keinginan, impian, khayalan dll. juga bisa dijadikan bahan tulisan non fiksi?
Karena banyak perubahan di dunia ini yang diawali dengan kombinasi antara fakta dan peristiwa dengan lamunan dan impian. Misalnya fakta dan peristiwa tentang tutup cerek yang bergerak-gerak karena didorong oleh uap air mendidih, ketika dikombinasikan dengan lamunan James Watt, telah mengubah dunia dengan mesin uapnya, yang kemudian berkembang menjadi berbagai mesin penggerak lain.

Mungkinkah khayalan murni dijadikan bahan artikel?
Khayalan murni tidak hanya bisa dijadikan fiksi melainkan juga tulisan non fiksi. Dalam hal ini sebagai bahan artikel. Contohnya pernah ada artikel di Harian Kompas dengan judul: Seandainya Saya Menjadi Presiden. Isinya jelas murni khayalan. Namun karena bentuk tulisannya artikel, maka khayalan itu dibuat relevan dengan fakta dan peristiwa aktual saat ini.

2 Data Primer dan Sekunder

Apakah semua fakta, peristiwa dan khayalan bisa dijadikan bahan tulisan?
Tidak semua fakta, peristiwa dan khayalan bisa dijadikan bahan tulisan. Yang bisa menjadi bahan tulisan hanyalah yang paling menarik bagi penulis. Meskipun setelah menjadi tulisan, belum tentu tulisan tersebut menarik bagi penerbit dan pembaca.

Apakah semua fakta, peristiwa dan khayalan yang menarik bagi penulis bisa langsung ditulis?
Bisa saja. Tetapi hasilnya bisa tidak lengkap dan tidak akurat.

Bagaimana agar fakta, peristiwa dan khayalan itu ketika ditulis bisa menjadi lengkap dan akurat?
Caranya, fakta, peristiwa dan khayalan yang menarik itu, masih harus dikumpulkan, didokumentasikan, diseleksi, diberi sistematika (dikelompokkan secara sistematis), baru kemudian bisa ditulis. Kalau perlu dengan terlebih dahulu dianalisis.

Disebut apakah fakta, peristiwa dan khayalan yang telah didokumentasikan tersebut?
Semuanya bisa disebut sebagai data. Ada data primer (dari tangan pertama) ada data sekunder (dari tangan kedua/bank data, perpustakaan dll), data tersier dst.

Di manakah bisa diperoleh data primer dan data sekunder?
Data primer harus didapat secara langsung dari sumber pertama. Sementara data sekunder dst. bisa diperoleh secara estafet melalui sumber-sumber tidak langsung.

3 Sumber Bahan

Apakah yang disebut sebagai sumber bahan?
Yang disebut sebagai sumber bahan adalah alam (batu-batuan, bukit, gunung, sungai, rawa, danau, laut, salju, kawah gunung api, langit, awan, bulan, bintang, matahari dll); makhluk hidup (tumbuhan, binatang dan manusia dengan berbagai peralatannya); dan dunia spiritual/supranatural (Tuhan, malaikat, setan, jin, hantu, kuntilanak, drakula, vampir, kolor ijo dll).

Apakah semua obyek tersebut bisa dijadikan bahan tulisan?
Benar. Asal menarik bagi penulis dan memungkinkan untuk diambil dan dikumpulkan.

Dari manakah bahan-bahan itu bisa diambil dan dikumpulkan?
Pertama, bahan tulisan bisa dikumpulkan sendiri secara langsung. Baik dengan cara pengamatan, penelitian maupun keterlibatan. Kedua, melalui sumber indivudual. Baik sumber primer (pelaku langsung) maupun sekunder (bukan pelaku langsung). Ketiga, melalui institusi (lembaga). Baik lembaga pemerintah, militer, keagamaan, BUMN, swasta, perguruan tinggi, media massa, LSM dll.

Secara konkrit, berupa apakah bahan tulisan tersebut?
Secara konkrit, bahan tulisan tersebut berupa kliping koran/majalah, buku, brosur, booklet, poster, prasasti, daftar, katalog, pengumuman, iklan, undangan, e-mail, weeb site dll.

Di manakah bahan tulisan paling banyak terhimpun?
Secara umum, bahan tulisan paling banyak terkumpul di perpustakaan umum. Selain di perpustakaan, bahan tulisan juga bisa diperoleh di lembaga pemilik data seperti Badan Pusat Statistik, Gedung Arsip (nasional maupun daerah), Museum, lembaga penelitian, kantor berita dll.

4 Cara Pengumpulan Bahan

Bagaimanakah cara pengumpulan bahan tulisan?
Bahan tulisan bisa dikumpulkan dengan pengamatan, penelitian dan keterlibatan langsung terhadap obyek. Bisa pula dengan mewawancarai sumber bahan, meminta secara gratis, bekerjasama (nama sumber ikut dicantumkan, honornya dibagi dua), membeli (baik cash maupun kredit) dan investigasi.

Apakah fisik bahan tulisan harus diambil secara langsung oleh penulis?
Kalau bahan tulisan itu berupa buku dan buku itu harus dikopi di perpustakaan atau dibeli di toko buku, maka pengambilannya harus dilakukan secara langsung terhadap fisik bahan.

Bagaimanakah kalau bahan fisik itu tidak bisa diambil secara langsung?
Bahan tersebut bisa dipesan. Misalnya seorang penulis artikel yang tinggal di Yogya, memerlukan bahan berupa buku yang hanya ada di salah satu perpustakaan di Jakarta. Kalau dia datang ke Jakarta secara langsung, pasti akan berat di ongkos. Caranya, dia bisa menelepon petugas perpustakaan, minta dikopikan bahan tersebut, dikemas dan dikirimkan kepadanya. Petugas akan menyebutkan biayanya yang bisa ditransfer ke rekening perpustakaan atau petugas tersebut. Bukti transfer difax dan barang akan dikirim.

Apakah tidak mungkin hanya mengambil satu atau dua halaman dari buku tersebut untuk difaxkan kepadanya?
Bisa saja kalau yang diperlukan memang hanya beberapa halaman dari buku tersebut, dan petugas perpustakaan bersedia melayaninya.

Apakah dimungkinkan hanya telepon saja atau mengekses di internet?
Telepon hanya layak dilakukan untuk wawancara singkat atau konfirmasi kebenaran fakta, peristiwa atau data. Internet atau weeb bisa dimanfaatkan karena inilah cara paling murah dan mudah untuk memperoleh bahan tulisan.

5 Sistematika Pengelompokan Bahan

Apakah yang dimaksud dengan sistematika pengelompokan bahan?
Sistematika pengelompokan bahan adalah cara agar bahan yang demikian banyak dan tidak beraturan menjadi rapi hingga lebih mudah dimanfaatkan sebagai bahan tulisan.

Bagaimanakah cara pengelompokan bahan-bahan tersebut?
Secara umum, bahan dikelompokkan sesuai dengan bidangnya. Misalnya bidang sosial, politik, ekonomi, budaya, humaniora dll. Bidang tersebut bisa dikelompokkan lagi menjadi sektor. Misalnya bidang ekonomi menjadi sektor industri, perdagangan, jasa, pariwisata, pertambangan, pertanian, perhubungan dll.

Bagaimanakah kalau pengelompokan dalam sektor tersebut masih membingungkan kita?
Bahan tersebut bisa dikelompokkan lagi dalam sub sektor, sub-sub sektor dan komoditas. Misalnya sektor industri menjadi sub sektor industri logam, keramik, kayu, elektronik, otomotif dll. Sub sektor dikelompokkan lagi menjadi sub-sub sektor dan komoditas. Misalnya sub sektor industri logam secara spesifik bisa dirinci menjadi industri baja, aluminium, tembaga, emas, perak, dll. sampai ke komoditasnya. Misalnya industri panci aluminium, gelang perak, kabel tembaga dll.

Apakah ada cara pengelompokan selain bidang, sektor, sub sektor dan komoditas?
Ada, yakni pengelompokan berdasarkan aspek hulu hilirnya (proses). Misalnya industri buku. Pelakunya adalah penerbit. Aspek hulunya adalah penulisan naskah, pembuatan foto, gambar, grafis dll. Aspek tengahnya adalah editing, seting/layout dan cetak/jilid. Aspek hilirnya adalah ekspedisi, toko buku (pamasaran) dan promosi. Selain itu masih ada aspek pendukung yakni administrasi, keuangan, PSDM dll.

Bagaimanakah dengan pengelompokan sumber bahan yang siap pakai?
Sumber bahan yang siap pakai misalnya kliping, dokumentasi, buku dll. bisa dikelompokkan dalam index judul, index penulis dan index subyek/obyek. Bisa pula gabungan antara ketiganya.

6 Meliput dan Wawancara

Apakah yang disebut sebagai meliput dan wawancara?
Meliput adalah “hunting” informasi. Hingga kegiatannya bisa hanya datang ke perpustakaan, pertunjukan, bencana alam, kecelakaan, pembangunan jembatan dll. tanpa perlu melakukan wawancara. Pekerjaan konkrit yang dilakukan adalah pengamatan lapang (kondisi setempat, masyarakat dll. kalau perlu dipotret), pengumpulan data (docopy, dicatat), menonton (untuk pertunjukan, pertandingan), membaca (di perpustakaan), makan dan berbelanja (untuk menulis rubrik restoran/menu atau belanja) dll.

Mengapa banyak pihak yang menganggap meliput hanya sebagai wawancara?
Karena banyak penerbit yang mempekerjakan wartawan yang tidak memiliki standar pendidikan kewartawanan (jurnalistik), dan penerbitan tersebut tidak melakukan inhouse training pendidikan kewartawanan. Akibatnya, pekerjaan meliput hanya diartikan sebagai mendatangi narasumber dan mewawancarainya. Datang ke seminar juga hanya untuk meminta makalahnya dst.

Apakah meliput bisa dilakukan dengan tanpa persiapan?
Tidak mungkin. Bahkan untuk meliput perang, seorang wartawan mutlak dilengkapi dengan pengetahuan kemiliteran, bahkan juga peralatannya seperti rompi anti peluru. Persiapan untuk meliput konser misalnya, juga harus disertai dengan pengetahuan mengenai grup musik tersebut, jenis musiknya, sejarahnya, fansnya dll. Wawancara harus dilakukan dengan cara diskusi, bukan sekadar tanya-jawab. Untuk itu wartawan mutlak memerlukan pengetahuan standar mengenati subyek yang akan dibicarakan dengan narasumber.

Apakah dalam meliput seseorang harus merekam hasil wawancara dan memotret peristiwa atau obyek yang diliputnya?
Sebaiknya hasil wawancara dicatat dan sekaligus direkam dengan alat perekam. Rekaman dimaksudkan untuk melengkapi hasil catatan serta untuk bukti apabila ternyata narasumber membantah hasil wawancaranya setelah dimuat media massa. Foto dimaksudkan untuk menunjukkan bukti otentik bahwa penulis artikel/feature benar-benar mendatangi lokasi dari obyek yang ditulisnya.

Bisakah seseorang menulis artikel atau feature tanpa mendatangi obyek yang akan ditulisnya secara langsung?
Dalam menulis artikel, seseorang bisa tidak perlu mendatangi obyek yang ditulisnya secara langsung. Namun dalam menulis feature, penulis mutlak harus melakukan peliputan.

7 Hak Cipta dan Kode Etik

Apakah semua bahan bisa diambil untuk dijadikan tulisan?
Tidak semuanya bisa. Sebab bahan tulisan ada yang memilikinya dan dilindungi oleh Undang-Undang Hak Cipta yang berlaku secara universal (Intellectual Property Right = Hak Kekayaan Intelektual / HAKI).

Apakah berarti bahan-bahan yang ada pemiliknya dan dilindungi oleh Undang-Undang Hak Cipta itu tidak bisa dijadikan sebagai bahan tulisan?
Masih bisa. Caranya dengan meminta ijin, bekerjasama, membeli, hanya mengambil bagian yang diperlukan (maksimal 10% dari total) dengan menyebutkan sumbernya.

Bagaimanakah kalau kita tidak melakukan hal tersebut?
Kalau pemilik bahan tahu, kita bisa dituntut secara pidana (plagiat), perdata atau niaga (melalui Pengadilan Niaga).

Bagaimana dengan bahan-bahan tulisan yang tidak ada pemiliknya dan tidak dilindungi oleh Undang-Undang Hak Cipta?
Dalam dunia penulisan, masih ada yang disebut kode etik atau etika penulisan. Salah satunya dengan wajib menyebut sumber atau justru menyembunyikannya. Wajib menyebut sumber, bertujuan untuk menghormatinya. Sementara wajib menyembunyikan, bertujuan demi keamanan dan kenyamanan sumber tersebut. Misalnya, ketika H.B. Jassin selaku Pemimpin Redaksi Majalah Sastra diadili karena memuat cerpen Ki Panji Kusmin (nama samaran), berjudul Langit Makin Mendung pada tahun 1960an, maka dia tetap menyembunyikan identitas sang penulis sampai meninggalnya. Media massa pun (majalah Tempo), baru bersedia mengungkap identitas Ki Panji Kusmin setelah H. B. Jassin Meninggal dunia tahun 2000an.

Bagaimanakah kalau kode etik dilanggar?
Pelanggaran kode etik tidak ada sanksi hukumnya. Tetapi sanksi sosial dan moral akan ada. Misalnya seorang penulis bisa diblacklist (dikucilkan) oleh penerbitan. Mayarakat tidak mau lagi membeli bukunya dsb.

* * *

VII MENGENAL CARA MULAI MENULIS DENGAN 5 W 1 H

1 Mengatasi Kesulitan untuk Mulai Menulis

Mengapa orang selalu mengeluh susah untuk mulai menulis?
Ada beberapa sebab mengapa seseorang susah untuk mulai menulis. Pertama, mungkin kondisi fisiknya sedang kurang baik. Bisa karena capek, bisa sakit, lapar, mengantuk dll. Kedua, kondisi psikisnya yang sedang kurang baik. Misalnya sedang frustrasi, malas, jengkel, marah dll. Ketiga, sebenarnya kondisi fisik maupun psikisnya sangat baik, namun dia tidak siap untuk menulis.

Mengapa seseorang bisa tidak siap untuk menulis?
Pertama, dia tidak tahu, materi atau tema apa sebenarnya yang akan ditulisnya. Kedua, dia tahu apa yang paling tepat untuk ditulisnya, namun bahan-bahannya tidak lengkap. Ketiga, dia tahu apa yang akan ditulisnya, bahan-bahannya lengkap, namun “dorongan” untuk mulai menulis yang justru tidak ada.

Bagaimanakah cara mengatasi permasalahan “tidak tahu apa yang paling tepat untuk ditulis”?
Cara paling tepat untuk mengatasi permasalahan “sulit memulai menulis karena tidak tahu apa yang harus ditulisnya” ada dua. Pertama, kita harus secara teknis sudah mengenal bentuk-bentuk tulisan secara standar. Misalnya bisa membedakan tulisan ilmiah (makalah) dengan berita, artikel, feature, esai, reportase dll. Kalau pengetahuan dasar ini sudah dikuasai, kita harus banyak membaca, mendengarkan radio, menonton televisi serta membuka internet. Yang paling penting adalah membaca koran dan majalah berita. Baik membaca beritanya maupun artikel serta featurenya. Dengan banyak membaca, mendengarkan berita radio serta mentonton warta berita televisi, maka kita akan dengan mudah menemukan tema dan materi sebagai bahan tulisan. Baik sebagai artikel maupun feature.

Bagaimanakah cara mengatasi permasalahan tidak bisa segera mulai menulis karena bahan yang kurang lengkap?
Caranya cukup dengan melengkapi bahan-bahan tersebut seperti telah dibahas dalam bab IV. Tanpa bahan-bahan yang lengkap dan akurat, kita akan sulit untuk mulai menulis.

Bagaimanakah cara mengatasi permasalahan tidak bisa segera mulai menulis karena tidak adanya “dorongan” untuk menulis?
Kalau kondisi fisik dan psikis kita sedang fit, kita sudah tahu apa yang menarik dan penting serta mendesak (urgent) untuk ditulis, bahan-bahan untuk itu juga sudah lengkap, namun dorongan untuk menulis justru tidak kunjung datang, maka lakukanlah diskusi dengan siapa saja agar “dorongan” untuk menulis itu muncul. Baik diskusi secara langsung dengan tatap muka, melalui telepon maupun internet. Biasanya, setelah melakukan diskusi dengan agak intens, terutama dengan pihak-pihak yang selalu bersilang pendapat dengan kita, maka dorongan untuk menulis itu akan segera datang dengan sangat kuat.

2 Tentang 5 W 1 H

Apakah yang dimaksud dengan 5 W 1 H?
Di depan sudah disebutkan bahwa 5 W 1 H terdiri dari What = apa, Who = siapa, When = kapan, Where = di mana, Why = mengapa dan How = bagaimana. Pertanyaan-pertanyaan ini merupakan perangkat pembantu untuk mencari jawaban yang akan menjadi bahan tulisan.

Apakah 5 W 1 H merupakan sesuatu yang mutlak dalam dunia jurnalistik?
Benar, 5 W 1 H merupakan sesuatu yang mutlak dalam dunia jurnalistik. Sebab kalau kita lupa whonya, maka pembaca akan bertanya-tanya tentang who tersebut. Atau kalau kita lupa wherenya, maka pembaca akan bertanya-tanya di mana gerangan lokasi kejadian ini dst. Bahkan kadang-kadang rumus 5 W 1 H masih harus ditambah dengan 1 S = Security = keamanan. Baik keamanan bagi narasumber, penulis maupun medianya.

Dalam menulis artikel, feature dan esai, bagian 5 W 1 H yang manakah yang harus diprioritaskan?
Dalam menulis artikel, feature dan esai, why dan how lebih penting dari what, who, when, dan where. Sebab dalam artikel, feature dan esai, pembaca menginginkan jawaban atas berita yang sudah menulis what, who, when dan wherenya secara panjang lebar. Yang masih diperlukan oleh pembaca adalah jawaban lebih detil dan mendalam dari why dan how.

Apakah berarti pertanyaan di luar why dan dan how tabu untuk diangkat sebagai artikel, feature dan esai?
Tidak juga. Sebab kadang-kadang koran, tabloid atau majalah juga suka menulis feature dengan fokus pertanyaan pada what dan who (apa dan siapa). Namun materi demikian umumnya ditulis dalam bentuk tulisan pendek disertai dengan fotonya. Sebenarnya semua unsur pertanyaan bisa diangkat sebagai artikel dan feature. Dengan syarat, yang paling diperlukan oleh pembaca memang pertanyaan tersebut.

Adakah contoh artikel, feature dan esai yang diangkat dari what, who, when dan where?
Kalau ada kejadian yang oleh pihak pemerintah atau militer atau polisi dirahasiakan, misalnya sakitnya seorang menteri atau presiden, maka masyarakat akan bertanya: Apa (what) sebenarnya yang terjadi? Pertanyaan demikian muncul karena masyarakat tidak percaya kepada pernyataan yang dikeluarkan oleh lembaga resmi. Kalau ada seseorang yang tidak terkenal tiba-tiba diangkat menjadi menteri atau pejabat tinggi lainnya (atau tiba-tiba dia memenangkan kontes menyanyi dll), maka masyarakat akan bertanya: Siapa (who) dia? Kalau ada keinginan (kerinduan) masyarakat terhadap sesuatu, misalnya pembarantasan KKN, maka pertanyaan yang paling layak diajukan adalah: Kapan (when) KKN bisa diatasi di negeri ini? Atau: Kapan ada pemimpin yang berani dan jujur untuk membasmi KKN? Kalau ada kejadian penting, misalnya pesawat terbang jatuh di pulau terpencil, maka pertanyaan publik adalah: Dimana persisnya letak pulau tersebut? Hingga sebenarnya hampir semua pertanyaan bisa diangkat menjadi artikel, feature dan esai.

3 Dimulai dengan Membuat Sebuah Pernyataan

Pernyataan apakah yang harus dibuat paling awal sebelum mulai dengan pertanyaan?
Hampir tiap hari ada berita menarik di media massa. Mulai dari soal perkosaan, pembunuhan, perampokan (kriminalitas); banjir, tanah longsor; kekeringan, gunung meletus, gempa bumi (bencana alam); politik, ekonomi, lingkungan hidup, budaya dll. Setelah kita menentukan materi yang akan kita tulis, maka harus dibuat sebuah kalimat pernyataan. Misalnya hari ini ada berita di koran tentang banjir besar yang menewaskan ribuan orang. Kalimat pernyataan tersebut bisa berbunyi: “Banjir besar yang terjadi di …..(where); hari/tanggal……..(when); telah menewaskan ……..ratus orang.”

Harus diapakankah kalimat pernyataan tersebut?
Berdasarkan kalimat berisi pernyataan tersebut, sudah bisa diajukan pertanyaan-pertanyaan lengkap menyangkut 5 W 1 H. Misalnya, pertanyaan pertama menyangkut what: apa saja yang hanyut dan terendam? Rumah? Desa? Ladang/sawah? Apa saja yang menjadi korban? Manusia? Hewan? Tanaman? Dan lain-lain pertanyaan what. Dari sana kita bisa mengajukan pertanyaan menyangkut who. Siapa (bisa orang atau lembaga) yang paling bertanggungjawab terhadap banjir besar tersebut? Siapa yang sudah turun tangan membantu korban? Dan lain-lain pertanyaan who. Disusul dengan pertanyaan menyangkut when dan where. Dua pertanyaan ini harus diajukan bukan hanya menyangkut peristiwa yang sudah nyata-nyata disebut dalam berita, melainkan (terutama) untuk mendeteksi kapan dan di mana banjir serupa pernah terjadi dalam kurun waktu 5 atau 10 tahun belakangan ini. Baru kemudian diajukan pertanyaan menyangkut whay: Mengapa bisa terjadi banjir yang memakan demikian banyak korban? Dan how: Bagaimana caranya agar peristiwa semacam ini tidak terulang lagi.

Darimanakah kita memperoleh jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut?
Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut bisa kita peroleh dari bahan bacaan, data statistik, kamus, ensiklopedi, data pemerintah daerah dll. Semua itu bisa diperoleh secara langsung (dari tangan pertama) sebagai data primer, bisa pula dari tangan kedua atau ketiga sebagai data secunder atau tertier.

Tepatnya, bagaimanakah mengumpulkan jawaban dari sekian banyak pertanyaan tersebut?
Pertama tentu dari dokumentasi kita sendiri. Kedua dari perpustakaan umum maupun khusus. Dari instansi pemerintah (departemen maupun daerah), dari Badan Pusat Statistik, dari Badan Meteorologi dan Geofisika (curah hujan, cuaca), dari fakultas atau Direktorat Jenderal Geologi dll. Selain dengan mendatangi langsung, data tersebut bisa kita peroleh melalui telepon atau internet (membuka web yang tersedia).

Bagaimanakah kalau data (jawaban) yang sudah diperoleh ternyata justru menghasilkan pertanyaan baru?
Memang akan selalu demikian. Hingga seorang penulis harus membatasi diri untuk hanya sampai ke satu permasalahan tertentu saja. Hal-hal yang di luar permasalahan tersebut hanya disinggung sedikit atau sama sekali tidak usah disebutkan. Namun apabila masih ada jawaban yang justru menghasilkan pertanyaan yang sangat esensial, maka harus tetap dicari jawabannya. Apabila jawaban dari pertanyaan esensial itu tidak mungkin diperoleh dalam jangka waktu singkat, maka berarti tulisan tersebut juga tidak bisa diselesaikan dalam jangka waktu singkat pula.

4 Menyusun Kerangka Tulisan

1 Apakah setiapkali menulis seseorang harus selalu menyusun kerangka tulisan?
Benar. Sebab dengan memiliki kerangka tulisan, kita akan lebih mudah melihat, apakah data-data yang tersedia sudah lengkap, atau masih harus dilengkapi dengan data-data lain.

Dari manakah kerangka tulisan harus dimulai?
Kerangka tulisan dimulai dari pernyataan yang pertama-tama kita buat. Misalnya, “Banjir besar yang terjadi di DKI minggu yang lalu telah menewaskan 100 orang.” Judul artikel yang bisa kita usulkan antara lain: Siapa yang paling bertanggungjawab terhadap penanggulangan banjir di DKI? Atau: Kemana aparat Dinas PU DKI ketika banjir terjadi? Dan masih banyak lagi usulan judul artikel yang bisa kita ajukan. Untuk featurenya kita bisa mengajukan alternatif: Perjuangan rutin melawan genangan Ciliwung. Atau: Si Atun yang harus libur sekolah karena banjir. dll. Dari rencana judul ini kita bisa merancang lead, body dan ending.

Bagaimanakah konkritnya menyusun kerangka sebuah artikel?
Kalau judulnya sudah ditentukan, dan sejumlah pertanyaan menyangkut 5 W 1 H sudah diajukan dan tersedia bahan-bahan jawabannya, kerangka artikel bisa disusun dengan model induktif, yakni diambil contoh kasus khusus. Semua pertanyaan menyangkut 5 W 1 H dalam kasus khusus ini kita tampilkan berikut data-datanya, baru kemudian diangkat ke gejala umum sebagai kesimpulannya. Misalnya judul “Siapa yang paling bertanggungjawab terhadap penanggulangan banjir di DKI?” Data (5 W 1 H) dalam kasus khusus adalah: Banjir besar (setinggi…..m. di …….); yang terjadi dari (hari……. tanggal …….) ke (hari……….tanggal………); telah menenggelamkan sekitar (……….rumah) di (……….kampung/kelurahan/kecamatan) di DKI. Banjir ini juga telah menewaskan (……….jiwa) serta mengakibatkan (………..KK) mengungsi di sekolah-sekolah, mesjid serta sejumlah posko yang disediakan oleh berbagai kalangan. Sebenarnya banjir besar ini sudah merupakan peristiwa rutin yang terjadi hampir setiap tahun. Namum banjir kali ini tercatat paling luas dan paling lama terjadi. Diperkirakan hujan yang terjadi sejak (hari ……tanggal……) dan banyaknya kompleks perumahan yang tidak memperhatikan Perda (nomor……..tahun ……..) tentang sumur resapan dan saluran air; telah memperparah keadaan. Ditambah lagi dengan kebiasaan masyarakat membuang sampah sembarangan dst. (satu alinea)
Alinea berikutnya adalah sebuah gugatan atau pertanyaan tentang siapa sebenarnya yang paling bertanggungjawab terhadap kasus bencana rutin ini? Apakah Dinas Tata Kota? Dinas Pekerjaan Umum? Dinas Kebersihan? Atau para developer yang membangun perumahan dengan mengabaikan pelaksanaan tata air sesuai dengan perda? Semua pertanyaan ini didukung oleh data jumlah perumahan, pelanggaran terhadap Perda yang ada, berapa persen yang tergenang banjir, dst.
Alinea pertama, kedua dan ketiga merupakan lead. Satu alinea terdiri dari sekitar 6 sd. 8 baris ketikan. Terdiri dari 8 sd. 10 kalimat pendek (jangan terlalu banyak kalimat majemuk). Satu alinea harus terdiri dari satu pokok pikiran yang dituangkan dalam satu kepala kalimat (kalimat pokok). Kepala kalimat tidak harus berada pada awal alinea. Kalimat berikutnya dalam satu alinea ini, harus mendukung, memperjelas, memperkuat pengertian kepala kalimat.
Setelah lead, artikel ini akan disusul oleh tiga sub judul. Masing-masing sub judul terdiri dari 4 alinea. Kecuali sub judul terakhir terdiri dari enam alinea, termasuk dua alinea terakhir yang merupakan ending. Tiap sub judul ada alinea utama yang memuat satu pokok pengertian, yang akan didukung oleh alinea berikutnya yang menjelaskan/memperkuat alinea utama. Sub judul pertama (4 alinea), menunjukkan hak masyarakat yang dikorbankan berikut data kerugian yang ada.
Sub judul kedua menunjukkan kelemahan dinas-dinas DKI dalam melaksanakan tugas pokoknya. Sub judul terakhir menunjukkan bahan banding kota di Indonesia (atau di negara tetangga) yang mampu menanggulangi masalah banjir dengan cukup baik. Disinggung pula pengaruh cuaca global yang cenderung kacau (El Nino, La Nina dll). Dua alinea terakhir yang merupakan ending bisa menggugat kelemahan gubernur DKI, DPRD dan lembaga kontrol lainnya termasuk Pers dan LSM.

Apakah kerangka artikel beda dengan kerangka feature?
Jelas beda sebab struktur, bahan baku dan tujuan penulisannya memang berbeda. Dalam menyusun feature dengan judul: “Perjuangan rutin melawan genangan Ciliwung”, lead cukup dua alinea dan kita tunjukkan secara deskriptif bagaimana sebuah keluarga yang tinggal di bantaran kali Ciliwung ketika terjadi banjir besar bertahan hidup di tengah genangan. Padahal banjir demikian bukan hanya terjadi tahun ini, melainkan secara rutin setiap tahun. Dalam dua alinea lead ini digambarkan secara deskriptif lokasi rumah tersebut, bangunan fisiknya (bahan, ukuran, konstruksi), jumlah dan profil anggota keluarga, dan detil kondisi mereka selama banjir terjadi.
Untuk bisa menceritakan detil gambaran kondisi rumah serta profil anggota keluarganya, tetap dimulai dengan serangkaian pertanyaan 5 W 1 H. Jawaban dari pertanyaan ini harus diperoleh dari pengamatan langsung di lapangan dan wawancara dengan sumber langsung (data primer). Karenanya, penulis feature harus datang ke lokasi bencana pada saat bencana sedang terjadi. Beda dengan penulis artikel yang cukup mengambil data sekunder dari koran, majalah, berita televisi dll. untuk dilengkapi dengan data pustaka, analisis dan opini pribadi. Bahan utama, kerangka dan struktur inilah yang akan membedakan karakter sebuah artikel dengan feature.
Berikutnya ada dua sub judul terdiri dari tiga dan empat alinea. Sub judul pertama menceritakan kondisi kampung/tetangga sang tokoh yang juga mengalami nasib sama. Sub judul kedua menceritakan nasib mereka yang berada di pengungsian. Alinea terakhir sub judul kedua merupakan ending yang menunjukkan bahwa keluarga yang selama seminggu lebih terkurung air ini tetap tegar dalam menghadapi keadaan. Meskipun bahaya hanyut, tenggelam dan kesehatan akibat selalu menghirup udara lembab tetap mengancam. Kerangka tulisan dalam feature lebih longgar dan sederhana dibanding dalam artikel.

Bagaimanakah dengan kerangka sebuah esai?
Selain ada berita tentang banjir di DKI, ada artikel dan feature, seorang penulis esai bisa mengulas tentang kesemerawutan tata kota di Jakarta. Karena sifat esai yang non teknik dan non sistematik, maka kerangka dasarnya bisa mengikuti kerangka dasar artikel atau feature, namun konten dan tujuan penulisannya yang berbeda.

Apakah penulis harus patuh 100% pada kerangka tulisan?
Meskipun kerangka tulisan sudah dibuat, seorang penulis tetap boleh berimprovisasi dalam pelaksanaan penulisan. Asalkan improvisasi tersebut justru memperkuat karakter tulisan. Bukan malahan memperlemahnya karena menyimpang jauh dari kerangka tulisan.

5 Mencari “Spirit” untuk Mulai Menulis

Apakah benar bahwa untuk bisa segera mulai menulis diperlukan sebuah “spirit” atau adanya dorongan gaib (spirit = roh)?
Benar. Namun yang dimaksud sebagai dorongan gaib di sini bukan semacam ilham atau inspirasi berupa kekuatan supranatural yang tiba-tiba saja datang setelah seorang penulis merenung, menyepi atau melakukan meditasi.

Bisakah spirit diperoleh melalui minuman keras, rokok, obat-obatan bahkan narkotik?
Tidak bisa. Sebab minuman keras dll. itu justru akan merusak fisik seseorang. Penulis yang mengatakan bahwa, pikirannya baru akan terbuka setelah minum berbotol-botol bir atau mengisap berbatang-batang rokok, sebenarnya sedang menipu diri sendiri.

Dari manakah spirit untuk mulai menulis bisa diperoleh?
Spirit untuk mulai menulis, paling besar diperoleh kalau kita melakukan diskusi, dialog atau monolog. Diskusi dilakukan antara penulis dengan banyak pihak, dialog antara penulis dengan satu pihak dan monolog dilakukan sendiri oleh penulis tersebut. Yang disebut diskusi atau dialog, dalam hal ini tidak harus dalam arti harafiah, melainkan bisa dengan membaca buku, artikel atau bahan rujukan lainnya. Namun paling kuat spirit untuk mulai menulis akan diperoleh kalau kita melakukan diskusi atau dialog dengan sesama manusia secara langsung.

Apakah spirit untuk mulai menulis bisa diperoleh melalui doa, berpuasa, bermeditasi, bertapa dll?
Bisa, tetapi itu semua hanyalah perangkat pembantu. Sebab yang utama tetap mengumpulkan bahan dan diskusi/dialog dengan banyak pihak. Itu pun baru akan sepadan apabila yang akan ditulis sebuah buku dengan tema yang berat. Bukan untuk menulis artikel atau feature.

Apakah gunanya spirit dalam dunia tulis menulis?
Spirit bermanfaat dalam menulis artikel dan feature, agar tulisan kita juga memiliki spirit (roh). Bukan kering kerontang tidak berjiwa. Itulah sebabnya persiapan teknis berupa bahan, pengetahuan tentang bentuk artikel/feature, 5 W 1 H dll. harus tetap dilengkapi dengan “menangkap spirit” dari masyarakat pembaca.

* * *


Responses

  1. Big thanks for this info. Really appreciate. May God bless us all.

  2. makasih banyak ilmmunya,, sangat999 membantu coz sekarang sedang dikejar2 nyelesaikan esai

  3. mudh”an ilmunya berguna yah buat aku!!! makasih

  4. Mmh,… pokoknya makasih banyak. keren.

  5. wah puanjang yang bro. mangstab bin maknyos deh pokoke. dan yang pasti, salah satu pembangkit mood nulis adalah ngeblog di wordpress. hehehehe. setuju gak…?


Leave a reply to Luqman W Cancel reply

Categories